--Penulis : Miftahul Huda -- |
Saya terlahir dari keluarga
Nahdliyyin/ NU tulen, dari mulai kedua orang tua, hingga mbah dan buyut saya,
adalah Nahdlyyin secara kultural. Sejak kecil saya sudah tidak asing dengan
tradisi dan amaliah ala NU yang suka sholawatan, maulidan, selamatan, yasinan, dan
banyak lagi amaliah lainnya, yang saat ini masih bisa kita jumpai pada
masyarakat dikampung kampung.
Kebetulan ayah dan ibu saya ikut
program transmigrasi pada tahun 1980an, di Kalimantan tepatnya kecamatan
seponti saat ini. Dikisahkan oleh ayah saya, bahwa pada tahun pertama ikut
trans bagaikan dalam pengasingan. Hidup dalam belantara jauh dari kota, tidak
ada listrik, jika malam gelap gulita. Hanya bintang dan bulan yang menerangi,
ditemani suara suara binatang hutan yang saling bersahutan.
Awal awal hidup didaerah baru memenag
tak mudah, Jadup (jatah hidup) berupa beras dan ikan asin tak selamanya
diberikan pemerintah. Setelah satu tahun para warga trans harus bisa hidup
mandiri dengan mengolah tanah yang telah dibagikan. Dari hasil itu, mereka
harus mampu bertahan hidup dan bisa
sejahtera dikemduian hari.
Beberapa tahun setelah ayah dan ibu
menetap di kalimantan, saya kemudian terlahir pada 5 mei 1985. Walau saya berdarah jawa, namun tembunik (ari
ari) saya sudah menjadi bagian dari bumi Kalimantan. Sebenarnya ini adalah
sejarah yang berulang, sebab bukan hanya pada masa saya saja, orang berdarah Jawa
yang lahir di Kalimantan, namun pada masa masa sebelumnya juga pernah ada.
bahkan dimasa kerajaan pada ratusan tahun sebelumnya telah beberapa kali
gelombang orang orang dari pulau Jawa, dan pulau lainnya telah lahir, dan
membaur di Kalimantan, sehingga mewarnai pembentukan budaya hingga saat ini.
Misalkan saja tentang legenda Prabu Jaya
yang berasal dari kerajaan Majapahit, dan mempersunting seroang putri lalu
kemudian ia kelak menjadi Raja kerajaan Tanjungpura. Dari Prabu Jaya ini yang menurunkan
Raja raja yang berada di telatah Boneo bagian barat (Kalimantan Barat) saat ini.
Seperti : Ketapang, Simpang Matan, Tayan, Pontianak, Mempawah, Sambas, Meliau
dan berhubungkait keluarga dengan kerajaan lain seperti Landak, Sanggau, Sintang,
Kotawaringin, Banjar, dan lain sebagainya.
Artinya gelombang kedatangan orang
orang di Kalimantan ini merupakan perulangan sejarah sesuai pada masanya. Namun
yang unik kedatangan mereka pada masa lalu menjadi perekat, dengan ditandainya asmilasi
budaya, sehingga membentuk budaya yang unik pada sebuah entitas, yang saat ini
kita identifikasi dengan sebuah entitas Melayu Kayong.
Melayu Kayong adalah sebuah entitas
unik di tanah Ketapang dan Kayong Utara. Melayu Kayong mengakui dirinya terdiri
dari berbagai campuran suku, dari mulai
Dayak, Sriwijaya, jawa, bugis, banjar, arab, china dan lain lain. Mereka diakui
sebagai bagian dari entitas Melayu Kayong. Dari sini kita dapat melihat sifat
yang khas tentang keterbukaan terhadap orang pendatang, yang kemduian diterima
dengan baik serta dapat bersama sama hidup rukun saling berdampingan.
Kembali pada kisah saya, dari sejak
kecil saya sering dibawa pada kegiatan kegiatan NU, dari mulai pengajian Minggu
Paingan, Tibaan, Sholawatan dan lain sebagainya. Ketika usia 5 tahunan saya dan
adik adik mulai dikenlkan dengan mengaji turutan/ mengkadam ( Juzz amma ).
Kedua orang tua dan Mbah adalah guru
pertama kami, namun kemudian kami mengaji dititipkan pada kiai Nachrowi dan Kia
Syahroni. beliau berdua sudah almarhum,
alfatehah buat beliau berdua.
Jarak dari rumah sekitar 3 Km menuju
tempat mengaji, sebelum magbrib sudah pergi dengan mengayuh sepeda, setelah
maghrib kami belajar mengaji Alquran hingga menjelang Isya. Setelah Isya pada
hari hari tertentu belajar kitab kuning menegnai bab Fiqih, Tauhid dan Ahlak.
Pukul 10 malam adalah waktu istirahat
bagi kami, jikalau ada yang ingin istaraht dirumah maka santri boleh pulang, namun kebanyakan menginap, sebab
disediakan khusus penginapan untuk putra dan penginapan untuk santri perempuan.
Terkadang akibat kenakalan dan
keisengan, kami belum langsung tidur, namun masih kalayapan kesana kemari. Yang
paling lazim adalah klayapan di ladang atau kebun bahkan sungai, mencari buah
ataupun ikan. Kalau dikatakan mencuri tapi bukan, dikatakan bukan tapi kayak
orag mencuri.
Biasanya ide itu muncul ketika orang
tua si fulan, misalnya memiliki kebun jeruk, lalu kami meminta padanya dan ia
mengizinkan, tapi orang tuanya tidak tau, sebab kami mengambilnya diam diam
pada malam hari bersama si fulan. Begitu ngaji keesokan harinya kami tinggal
mendengar cerita dari sifulan, jika ia dimarahi
orang tuanya akibat membawa pasukan untuk mencuri jeruk.
Akibat kenakalan dan keisengan itu,
kami sering bangun kesiangan saat sholat subuh, pak Kiai tidak pernah marah,
beliau hanya mengetuk ngetuk pintu untuk membangunkan kami. Namun dengan sikap
beliau yang demikian kami justru merasa malu dan segan, tapi anehnya sering
diulangi, dasar santri bandel.
Singkat cerita ketika menginjak
bangku MTS saya hijrah ke kota kecil Teluk Melano, disana saya dititipkan pada
seorang tokoh agama bernama H. Muhammad Salim, atau yang akbrab dipanggil tok Itam
Alim. Beliau juga sudah meninggal, alfatehah buat beliau.
Dari sosok Tok Itam Alim, saya banyak
belajar hal hal baru, dari mulai cara hidup, hingga ilmu Agama. Karena backround
beliau adalah Qori` maka beliau banyak mengajari tentang ilmu seni baca alquran,
Tajwid serta hafalan.
Kurang lebih satu tahun kedua orang
tua saya juga pindah ke Teluk Melano, saya kembali dititipkan mengaji di Madrasah Roudlotul Ulum asuhan dari Ustadz Marnaen
Noer yang berada di kampung Madura, saat ini desa medan jaya kecamatan simpang
hilir. Tak banyak yang berbeda dari sebelum sebelumnya, di Madrasah ini saya ngaji
quran dan kitab kitab klasik sebagaimana tradisi ala NU.
Setelah tamat dari MTS simpang hilir,
saya kemudian melanjutkan ke Madrasah Aliyah Ketapang. Disinilah petualangan
saya dimulai, khususnya dalam bab aliran dan pemikiran Islam. Disni saya bertemu dengan berbagai macam organisasi dan
kelompok agama yang sangat beragam. Dari mulai pengajian LDII, Jamaah Tabligh,
Muhammadiyah dan forum kajian Islam khusus anak anak muda serta lain
sebagainya.
Rasa penasaran dan keingin tahuan akhirnya
mengantarkan saya pada sebuah forum kajian yang berisi banyak anak anak muda.
Pengajian ini dikomandoi oleh salah satu ormas yang tidak bisa saya sebutkan
namanya disini. Saya merasa tertarik ikut pada kelompok kajian ini, sebab ada
sesuatu yang berbeda dari yang lain, terutama kemasan yang menarik, dan terkesan lebih
cerdas dalam penyampaian.
Entah mungkin karena saat itu saya
masih muda sehingga melihatnya hanya sebatas casing saja. Namun saya berfikir,
inilah yang keren dan pas, sebab menurut saya saat itu, kajian ini tidak pernah
saya temukan, dari metode metode sebelumnya yang terkesan kaku dan kolot serta
harus njlimet seperti membaca kitab kuning dan lain sebagainya.
Cara penyampaian yang kekinian dan terlihat
simpel, dengan semangat kembali pada qur`an dan hadist untuk memurnikan aqidah,
menjadi bumbu penyedap, serta membuat saya lebih tertarik masuk lebih dalam dan
mulai mengikuti kajian secara serius.
Mula mula saya hanya ikut ikutan
saja, namun lama kelamaan ketika sudah mulai serius, saya menjadi aktif bahkan
ikut membantu pergerakan, termasuk mendatangkan ustadz dan mencari jama`ah
dengan target utama adalah para generasi muda.
Dari kajian kajian ini saya kemudian
baru sadar ternyata amaliah seperti Yasinan, Tahlilan, Selamatan atau Beruahan
dan peringatan hari hari besar seperti Maulid, Isra` Miraj, Rajaban, Safar dan
lain lain adalah perkara Bid`ah yang harus dijauhi. Awalnya saya agak ragu,
namun lama kelamaan menjadi yakin sebab apa yang diungkapkan juga ada dalilnya.
Tidak hanya sampai disitu, saya pelan
pelan juga membenci sosok ulama tradisional yang sudah kelas nasional. Seperti
Gusdur, sebab saat itu ia sering disoroti,
sebab tindakan beliau sering dianggap kontroversial. Misalnya saat gusdur didoakan
oleh para Pastur pada sebuah acara perayaan Natal. dan masih banyak lagi
pernyataan Gusdur yang sering dibahas dalam kajian.
Selain Gusdur ada juga nama Ulil
Absar Abdallah, yang saat itu sering dibahasa karena pelopor JIL ( Jamaah Islam
Liberal). Dan juga nama nama lain yang dianggap tidak sejalan dengan pemurnian
aqidah islam, maka akan dihabisi nama baiknya.
Karena katerbatasan pengetahuan saat
itu, saya sempat maykini apa yang disampaikan. Sehingga ketika setelah mengikuti kajian demi
kajian, timbul semangat ingin berjihad ataupun perang sekalipun. Belum lagi
ketika ada materi pembelaan terhadap muslim yang terdzolimi di Timur Tengah. Saat
itu isu palestina dan Israel sudah
menjadi bahan sejak awal untuk menumbuhkan semangat jihad.
Bahkan sampai pada satu titik, soal
pembelaan terhadap saudara muyslim palestina. Apabila kita tidak dapat turun
berperang mengangkat senjata, maka wajib hukumnya memboikot produk produk
zionis israel yang banyak bererdar disleuruh dunia. Dari mulai produk makanan,
minuman, barang keseharian hingga tekhnologi.
Saya sempat terfikir pada saat itu,
bahwa apa yang dilakukan oleh aliran yang saya ikuti adalah yang paling benar untuk
menegakkan alquran dan sunnah. Sedangkan kelompok lain yang jumlahnya banyak
tidak mau berjuang dan hanya ikut ikutan saja. Pandangan saya soal berislam
sudah banyak berubah dari sebelumnya.
Bisa dikatakan saya telah murtad dari
keyakinan yang dianut oleh umat Islam pada umumnya yang berhaluan Ahlussnnah
wal jamaah ( ASWAJA). Saya mulai kritis terhadap
amaliah amaliah yang dilakukan oleh orang pada umumnya, awalnya sebatas tidak
setuju dengan diam , namun lama kelamaan menjadi tindakan yang berakhir pada
debat yang tak berujung.
Situasi ini cukup lama saya jalani,
hingga akhirnya saya berkeluarga dan sudah mulai tidak begitu aktif mengikuti kajian
tersebut. Walau demikian secara ideologi sedikit banyak masih meyakini,
walaupun sudah mulai menyesuaikan dengan keadaan.
Kemudian pada tahun 2009 saya pulang kampung
dan pindah ke Desa Rantau Panjang Kecamatan Simpang Hilir. Disni mau tidak mau
saya mulai belajar bagaimana menyesuikan kembali dengan masyarakat. Pemahaman yang
suka membid`ahkan dan mengkafirkan tak lagi berani terungkap, karena masih menunggu momentum yang tepat pikir saya.
Namun cerminan ideologi tersebut
sempat saya unggah di medsos, dimana profil Facebook saya pada saat itu memuat beberapa simbol khilafah dan anti terhadap
produk produk yang diaanggap buatan kafir. Kalau ingat itu saya jadi senyum
senyum sendiri.
Ditempat yang baru, saya mulai
membiasakan kembali ikut jamaah yasinan, awalnya waktu itu saya lakukan hanya untuk
mendekati dan mencari momentum yang pas. Namun lama kelamaan saya justru
semakin sadar bahwa berislam yang dicari adalah kebahagiaan, baik di dunia
maupun akhirat, lalu mengapa harus mempermasalahkan soal amaliah amaliah
tertentu ?. apakah ada jaminan kita yang suka menyalahkan ini juga amalnya diterima
Allah SWT ?. dan apakah benar kita yan paling benar ?. dan masih banyak
pertanyaan pertanyaan lain, yang akhirnya menggiring saya untuk berdamai dengan
keadaan.
Sekian lama perenungan demi
perenungan saya lewati, tak lupa saya menyambung silaturahmi, sekedar bertukar
fikir dengan para Kiyai dan ustadz serta tokoh agama yang ada di kampung kampung
saya.
Hingga akhirnya saya sadar, bahwa
sekian lama saya telah murtad dari ajaran ahlussunnah waljamaah (ASWAJA), dan saatnya
saya kembali pada amaliah yang pernah diajarkan para ulama ulama aswaja yang
penuh akan kelembutan dan kedamaian.
Menuju pada proses pembalikkan
ideologi tidaklah mudah, sebab selain keyakinan, ada juga kebiasaan kebiasaan
yang telah dilakukan berulang ulang, sehingga sudah menjadi bagian dari hidup. Hingga
akhirnya saya harus memaksakan diri dengan memperbanyak referensi, mencari tau lewat
buku buku untuk kembali mengenali apa itu ASWAJA, baik lewat perorangan maupun
lewat organisasi NU.
Lewat organisai NU tingkat Kabupaten,
saya kenal dengan berbagai tokoh. Lewat pemikiran pemikiran mereka, saya coba
dengar dan serap. Hingga puncaknya saya sadar, bahwa ajaran yang pernah saya
ikuti dahulu adalah ajaran yang menyimpang. Karena seakan akan sudah memegang
kunci syurga sehingga dengan mudahnya menghakimi suatu kaum atau seorang tokoh
sekalipun. Dalam hati saya, wajar jika diteruskan nanti bisa bisa orang yang
ikut ajaran tersebut menjadi nekat untuk perang, atau menjadi pengantin bom
bunuh diri.
Saya baru paham setelah sekian lama
saya murtad, dan pelan pelan kembali ke jalan damai, dan masih berproses hingga
saat ini. Mohon doanya kepada pembaca semua, dan semoga pengalaman yang pernah
saya dapat ini menjadi pembelajaran, khususnya bagi saya pribadi dan kita semua.
MIFTAHUL HUDA 2 Februari 2023.
Salam bahagia dan damai selalu.
Wallahul Muwaffiq ila Aqwamit
Tharieq
Wassalamualaikum
warahamtullahiwabarakatuh
Posting Komentar