![]() |
KH. Zulfa Mustofa |
Oleh : Gus Ra'uf Arrahbini (Wakil Ketua PCNU Kabupaten Kayong Utara)
Dalam berbagai kesempatan ceramahnya KH. Zulfa Mustofa Wakil Ketua Umum PBNU ini selalu menyampaikan tentang metode istinbath (proses menggali dan mengidentifikasi hukum dari dalil dalil nash). Menurut KH. Zulfa, Istinbath di NU itu tidak hanya qouli tapi juga manhaji (metodologis), tidak hanya menukil qaul qaulnya para mujtahid tetapi juga mengambil dan menggunakan manhajnya (metodologinya) para mujtahid.
Didalam istinbath tidak hanya memahami nash, ibaratnya nash itu hanya 10% dari keseluruhan proses istinbath, proporsi yang paling dominan dalam proses istinbath adalah memahami waqi' atau konteks, situasi dan kondisinya. Menurut KH. Zulfa "Tis'atu a'syaril Fiqhi Fahmul Waqi", bahwa 90% fiqh itu adalah tentang memahami konteks atau realitas, sehingga produk hukum yang dihasilkan dapat diterima ummat sesuai perkembangan dan kemajuan zaman.
Contoh memahami konteks atau keadaan yang berimplikasi hukum, pada suatu ketika sayyidah Aisyah protes kepada Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah bercerita tentang seorang wanita yang difonis masuk neraka gara gara mengurung seekor kucing, Aisyah bertanya kepada Abu Hurairah, "Apakah betul Rasulullah mengatakan demikian?", "iya betul", jawab Abu Hurairah, Aisyah nerkata, "Apakah kamu tau keadaan (konteks) ketika hadis ini diucapkan wahai Abu Hurairah, bahwa wanita yang diceritakan oleh Rasulullah itu adalah wanita kafirah, karena itulah (kekafirannya) ia masuk neraka, bukan karena mengurung kucing, karena tidak mungkin tiba tiba Allah memasukkan seseorang kedalam api neraka hanya gara gara seekor kucing", demikian kira dialog Aisyah dengan Abu Hurairah.
Dari peristiwa diatas dapat dipahami bahwa betapa pentingnya memahami konteks atau realitas dari sebuah nash daripada nash itu sendiri, sehingga tidak ada kekeliruan dalam produk hukum yang dihasilkan dari proses Istinbath itu.
Selain diatas dalam Istinbath hukum seringkali KH. Zulfa Mustofa menekankan tentang perlunya Istinbath kolaboratif di era modern ini, dengan melibatkan para ulama, akademisi dan saintis, ulama biasanya hanya memahami dalil dalil nash tetapi belum tentu memahami proses materi materi yang akan dihukumi, seperti tape, bagi ulama tape itu halal, tetapi setelah terjadi proses fermentasi sehingga dalam jangka waktu tertentu berubah menjadi materi yang memabukkan, itu ranah saintis, maka tape yang semula halal menjadi haram.
Demikian pula kepiting, dulu ulama menghukumi kepiting itu haram karena hidup di dua alam, bisa hidup didarat dan di laut, tetapi seiring berkembangnya ilmu pengetahuan modern melalui proses penelitian pakar yang menyimpulkan bahwa kepiting itu adalah hewan air karena kepiting bisa bertahan di dalam air dalam jangka waktu yang lama dan tidak bisa hidup didaratan lebih dari dua minggu, karena demikian maka kepiting dihukumi halal.
Dari contoh contoh diatas maka istinbath kolaboratif yang melibatkan berbagai pihak dan pakar pada bidangnya masing masing menjadi sangat penting dan relevan di era modern ini, sehingga produk hukum yang dihasilkan lebih mengakar dan mudah diterima oleh umat.
Posting Komentar