Bujang Ramli Murid Mufti Majeman Kerajaan Simpang Telang Berpulang

16 Juli 2013, tepatnya Ramadan di kalander Hijriah. Umat Islam Kayong Utara dan di penjuru dunia sedang melakukan ibadah puasa, tiba-tiba saja subuh hari seorang sosok panutan yang berada di Kayong Utara dipanggil Allah SWT.

Sosok yang teduh dan pendiam itu bernama Bujang Ramli, orang-orang biasa memanggilnya Pak Imam atau Tok imam, atau sebagian juga ada yang memanggilnya Tok Imam Ujang Bukuk. Pada hari itu banyak orang yang merasa sangat kehilangan dengan magkatnya sosok kharismatik yang sudah melekat pada jiwa masyarakat Kayong Utara, khususnya Simpang Hilir.

Mengutip dari sumber keluarga besar Imam Bujang Ramli, kami sajikan sebagian kecil keteladanan beliau. Allahu yarham (semoga rahmat Allah selalu terlimpah kepada beliau).

Bujang Ramli lahir di Teluk Melano pada 1 Juli 1934 dari pasangan Serah dan Ucut, begitulah nama orangtua dahulu. Ia terlahir dari trah masyarakat biasa, namun kelak di kemudian hari menjadi tokoh yang kaya akan ketauladanan. Barokallah.

Sebelum diangkat menjadi tokoh agama oleh masyarakat setempat, Bujang Ramli saat masih muda dahulu sempat melanglang buana dan bekerja serabutan untuk menopang ekonomi keluarga. Terakhir bekerja sebagai nelayan, setelah itu ia di angkat menjadi kepala kampung di Teluk Melano Hilir.


Walaupun secara akademik ia hanya tamatan SR (Sekolah Rakyat), namun administrasinya sangat rapi.

Waktu berjalan, Bujang Ramli rupanya lebih tertarik dengan belajar ilmu agama. Ia kemudian berguru dengan tokoh agama yang terkenal pada masa itu di Simpang Hilir, tepatnya di Desa Pemangkat, Kecamatan Simpang Hilir.

Mufti Majeman atau orang orang biasa memanggilnya Tok Long, adalah tokoh agama yang berpengaruh pada masa itu, menjadi guru Bujang Ramli. Tahun 1975an, Bujang Ramli diangkat menjadi imam.

Semenjak itu Bujang Ramli lebih dikenal dengan panggilan Pak Imam atau Tok Imam. Tugasnya melayani umat dan masyarakat yang memerlukannya, baik perkara suka (seperti hajatan pernikahan, akikahan, atau acara lain) aan perkara duka (seperti mengurus orang meninggal adalah tugas pokoknya). Semua tugas itu dijalani Pak Imam dengan ikhlas tanpa keluh kesah ataupun pilih kasih.

Kemana-mana Pak Imam selalu memakai sepeda, baik jarak jauh maupun dekat. Saat Jumat, Pak Imam hampir tidak pernah absen. Dua jam sebelum Jumatan, Pak Imam sudah beriktikaf di masjid. Dengan suaranya yang parau, Imam Bujang Ramli mengisi khotbah jumat bagaikan mengikuti gerak dan kata hatinya, sehingga begitu membekas di sanubari para jamaah.

Banyak hal-hal menarik dari sosok yang satu ini. Ia adalah sosok pekerja keras dan jujur yang tidak mau mendapatkan sesuatu dengan cuma-cuma. Berkali-kali Imam Bujang Ramli akan dinaikan haji, baik oleh pemerintah maupun perseorangan, namun tidak pernah mau. Sebab Pak Imam merasa tidak pernah bekerja untuk mendapatkan title haji itu.

Suatu saat pernah Pak Imam menerima tawaran naik haji oleh orang lain, namun ia memiliki syarat yakni bekerja dengan orang yang menghajikannya itu. Tentulah orang yang menawarinya naik haji itu tidak akan mau menerima syarat dari Imam Bujang Ramli. Sebab orang tersebut tak lain tak bukan adalah muridnya sendiri, dan tentu sebagai murid harus tunduk dan tawadhu’ terhadap gurunya.

Dalam prinsip hidupnya, Imam Bujang Ramli tidak mau makan gaji. Ia lebih senang berwirausaha membanting tulang mengucurkan keringat. Maka jalan bertani dan berkebun adalah pekerjaan utamanya. Dalam mengabdi pada masyarakat, Imam Bujang Ramli tidak pernah memandang pangkat maupun derajat, bahkan orang yang pernah memusuhinyapun didatanginya. Subhanallah.

Begitu juga dalam menuntut ilmu, meskpun usianya sudah tidak lagi muda, namun Pak Imam masih rajin memperdalam ilmu agama. Uniknya, Pak Imam berguru tidak sungkan-sungkan sekalipun dengan orang yang lebih muda darinya. Namun Pak Imam tidaklah merasa gengsi, sebab menuntut ilmu bukanlah memandang siapa tua dan siapa muda.

Dalam keadaan apapun, Pak Imam tidak pernah mengeluh. Sekalipun sakit lambung yang menderanya sudah sedemikian parah namun tetap tegar dan menjalankan aktifitasnya sehari-hari seperti biasa.

Memasuki tahun 2006, Pak Imam tak lagi mengayuh sepeda sebab hasil operasi lambung membuatnya tidak diperbolehkan lagi mengendarai sepeda.

Yang pasti banyak ketauladanan yang dapat kita ambil dari sosok Imam Bujang Ramli, bagaimana tentang nama besarnya yang masih dikenang orang hingga kini, tak lantas membuatnya hilang begitu saja.

Ia adalah tokoh yang sangat disegani sekaligus disenangi. Sebab semasa hidupnya ia memiliki kepedulian yang sangat tinggi dan peka terhadap lingkungan sekitar.

Sosoknya yang tenang dan ikhlas, membuat para murid dan masyarakat sulit melupakannya. Hingga ketika Pak Imam meninggal, masyarakat Simpang Hilir menjadi galau dan merasa sangat kehilangan. Sebab tak lagi ada pengganti yang sama sepertinya. Rasa rasanya sulit mengikuti takaran ikhlas yang dimiliki Imam Bujang Ramli. (MIFTAHUL HUDA)

Post a Comment

أحدث أقدم